Minggu, 30 April 2017

SISTEM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

Share it Please


TUGAS MAKALAH
SISTEM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
Mata kuliah Keperawatan Anak











Disusun Oleh:

KELOMPOK
1.      Dian savitri            344070.15027
2.      Indah Yulianti       344070.15056

Kelas:
II A




Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Serang
Jl. Letnan jidun no. 2
2016-2017

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul "Sistem perlindungan Anak". Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibu
Ella Hayati, S.Kep., M.Pd selaku dosen Pembimbing kami, yang memberikan dorongan, masukan dan bimbingan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.








Serang, 25 Februari 2017


Penulis


Daftar Isi

Halaman Judul.......................................................................................................... i
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1 Anak dalam aspek hukum........................................................................ 3
2.2 Anak Dalam Pandangan Agama, Negara, dan Psikologis  ...................... 4
2.2.1 Definisi........................................................................................... 4
2.2.2 Pandangan agama........................................................................... 4
2.2.3 pandangan Negara.......................................................................... 5
2.2.4 pandangan psikologis .................................................................... 6
2.3 Perlindungan anak.................................................................................. 10
2.4 Contoh kasus kekerasan terhadap anak.................................................. 15
BAB III PENUTUP............................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 18
3.2 Saran....................................................................................................... 18
Daftar Pustaka..................................................................................................... 19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki orang dewasa. Pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana hak-hak orang dewasa atau isu gender, yang menyangkut hak perempuan. Perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut memikirkan dan melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar yang dilakukan negara, orang dewasa atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak begitu menaruh perhatian akan kepentingan masa depan anak. Padahal anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, aset  keluarga, agama, bangsa dan negara. Di berbagai negara dan berbagai tempat di neger ini , anak-anak justru mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti eksploitasi anak, kekerasan terhadap anak, dijadikan alat pemuas seks, pekerja anak, diterlantarkan, menjadi anak jalanan dan korban perang/konflik bersenjata. Anak adalah suatu potensi tumbuh kembang suatu Bangsa di masa depan, yang memiliki sifat dan ciri khusus. Kekhususan ini terletak pada sikap dan perilakunya di dalam memahami dunia, yang mesti dihadapinya. Oleh karenanya Anak patut diberi perlindungan secara khusus oleh negara dengan Undang-Undang. Perlindungan anak adalah segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Upaya perlindungan hukum bagi anak dapat di artikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak ( fundamental rights and freedoms of children ) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas Hukum anak sebenarnya memiliki makna yang tidak sebatas pada persoalan peradilan anak, namun lebih luas dari itu. Undang-undang No. 23/2002 tentang perlindungan anak telah membantu memberikan tafsir, apa saja yang menjadi bagian hukum anak di Indonesia yang dimulai dari hak keperdataan anak di bidang pengasuhan, perwalian dan pengangkatan anak; juga mengatur masalah eksploitasi anak di bidang ekonomi, sosial dan seksual. Persoalan lain yang diatur dalam hukum perlindungan anak adalah bagaimana penghukuman bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan pada anak-anak dan juga tanggung jawab orang tua, masyarakat dan negara dalam melindungi anak-anak. Dengan demikian cakupan hukum anak sangat luas dan tidak bisa disederhanakan hanya pada bidang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak-anak. 


1.2 Rumusan Masalah
       1. Bagaimana Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia ?
       2. Apa yang di maksud dengan Anak  ?
       3. Bagaimana identifikasi kasus tentang kekerasan terhadap anak  ?

1.3 Tujuan
       Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.      Menjelaskan tentang Anak.
2.      Menjelaskan Hukum.
3.      Mengetahui pandangan hukum dalam  Islam mengenai kekerasan terhadap anak.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anak dalam aspek Hukum
Terdapat berbagai ragam pengertian tentang anak di Indonesia, dimana dalam berbagai perangkat hukum berlaku penentuan batas anak yang berbeda-beda pula. Batas usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum. Hal tersebut mengakibatkan beralihnya status usia anak menjadi usia dewasa atau menjadi subjek hukum yang dapat bertanggung  jawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukannya. Beberapa pengertian anak yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia antara lain adalah : 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Pasal 330 KUHPerdata : “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam kedudukan belum dewasa.” 2. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak : Pasal 1 angka 2 : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.” 3. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak : Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” 4. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia : Pasal 1 angka 5 : “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.” 5. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Pasal 1 angka 1 : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” 6. Menurut Hukum Adat : “Ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi dari ukuran yang dipakai adalah : dapat bekerja sendiri; cakap melakukan yang diisyaratkan dalam kehidupan masyarakat; dapat mengurus kekayaan sendiri.” Hal penting yang perlu diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor seperti kondisi ekonomi, sosial politik, dan budaya masyarakat. 

2.2 Anak Dalam Pandangan Agama, Negara, dan Psikologis 
      2.2.1 Definisi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “anak adalah keturunan yang kedua atau manusia yang masih kecil”. Pengertian anak ini bersifat secara umum. Untuk lebih mengkhususkan definisi anak, maka definisi anak dapat di tinjau dari beberapa segi, yaitu segi agama, negara, dan psikologis.
      2.2.2 Pandangan Agama
Anak adalah amanah dari Tuhan yang harus kita jaga dan lindungi mereka. Anak itu suci dalam keadaan fitrah yang dimana amal baik dan amal buruknya merupakan cobaan atau ujian dari Tuhan.
            Dari segi sifat, anak terbagi atas 2 macam yaitu:
·      Anak saleh
Anak saleh adalah anak yang tumbuh, bahkan setelah  menjadi manusia  dewasa, mengetahui dan mengamalkan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah SWT, orang tuanya, dan  masyarakat di lingkungan hidupnya.
·         Anak durhaka 
Anak durhaka adalah anak yang salah asuh dalam pertumbuhannya,                                          setelah dewasa, dia mengabaikan kewajiban-kewajibannya terhadap orang tuanya dan masyarakat, bahkan melakukan perbuatan kebalikan dari kewajiban-kewajiban kepada Allah SWT.


Di dalam Al-qur’an, anak itu di sebutkan bahwa, mereka merupakan kabar gembira. Firman Allah SWT :
Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia.” ( Q.S , 19 : 7)
Anak telah menjadi perhatian ajaran islam sejak dia belum dilahirkan, bahkan sejak dia belum berbentuk. Dalam ilmu fikih, anak belum termasuk ke dalam kategori mukalaf, yaitu manusia dewasa yang dibebani kewajiban-kewajiban agama seperti shalat dan puasa. Hanya saja, agar kelak anak bisa menjadi anak yang saleh, orang tua dan masyarakat berkewajiban mendidiknya untuk mengenal dan mengamalkan kewajiban-kewajiban tersebut sebelum dia dewasa.

2.2.3 Pandangan Negara
“Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan anak sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Sedangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, mendefinisikan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dari segi pandang negara anak terbagi atas 5 macam yaitu:
·         Anak terlantar
Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, naik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
·         Anak yang menyandang cacat
Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
·         Anak yang memiliki keunggulan
Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
·         Anak angkat
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Menurut Hadi Supeno dalam bukunya menerangkan:
“Anak sebagai bagian dari generasi muda yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan anak memberikan perhatian yang sangat sentral atas harkat dan martabat anak. Negara, masyarakat,orang tua, serta aparat hukum tidak boleh merendahkan anak. Bantuan,bimbingan, pengasuhan, perawatan, pendidikan, dan sejenisnya harus diberikan dalam konteks sebagai hak, bukan sekadar dalam kaitan relasi kuasa subjek dan objek. Anak-anak memang memiliki hak untuk itu semua. Maka apa pun yang diberikan orang dewasa terhadapnya harus dengan cara-cara yang menunjang tinggi harkat dan matabat.

2.2.4 Pandangan Psikologis
Definisi anak dalam psikologis adalah “seseorang yang belum mencapai tingkat kedewasaannya. Bisa berarti seorang individu diantara kelahiran dan masa pubertas, atau seorang individu diantara masa kanak-kanak dan masa pubertas.      Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf  kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
                        Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono (dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.
                        Pengertian anak juga mencakup masa anak itu ada. Hal ini untuk menghindari kesalahan mengenai pengertian anak dalam hubugannya  dengan orang tua dan pengertian anak itu sendiri setelah menjadi orang tua. Kasiram (1994), mengatakan anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang semuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya. Di dalam perkembangan anak, tahapan atau fase harus saling berkesinambungan, jadi “antara fase yang satu dengan fase yang lain selalu berhubungan dan mempengaruhi serta memiliki ciri-ciri yang relatif sama pada setiap anak. Disamping itu juga perkembangan manusia tersebut tidak terlepas dari proses pertumbuhan, keduanya akan selalu berkaitan. Apabila pertumbuhan sel-sel otak anak semakin bertambah, maka kemampuan intelektualnya juga akan berkembang. Proses perkembangan tersebut tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik, melainkan juga pada perkembangan psikis.
                        Berdasarkan uraian di atas, bahwa “anak merupakan mahkluk sosial, yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak. Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya.
Adapun fase-fase perkermbangan anak menurut beberapa ahli dalam abin Syamsuddin dibukunya.
·      Aristoteles
     dia membagi masa perkembangan individu sampai menginjak dewasa dalam tiga septima  berdasarkan perubahan ciri fisik tertentu:
No
Nama Tahapan
Waktu
1
Masa Kanak-kanak
0-7 tahun
2
Masa anak sekolah
7-14 tahun

·      Hurlock
 dia membagi fase-fase perkembangan individu secara lengkap sebagai berikut:
No
Nama Tahapan
Waktu
1
Prenatal
Conception-280 days
2
Infancy
0-10 to 14 days
3
Baby Hood
2 weeks-2 years
4
Child Hood
2 years-adobcence
5
Adolescense
(13(girls)-21 years)
(14(boys)-21 years)
6
Adult Hood
21-25 years
7
Midle Age
25-30 years
8
Old Age
30 years-death





·      Erikson
     dia mengamati beberapa segi perkembangan kepribadian dan mengembangkan model pertahapan perkembangan tanpa menunjukan batas umur yang jelas atau tegas, namun menunjukan komponen yang menonjol pada setiap fase perkembangan

No
Developmental Satges
Basic Components
1
Infancy
Trust us Mistrust
2
Early Childhood
Autonomy us Shame, doubt
3
Preschool age
Iniative us Guilt
4
School age
Industry us Inferiority
5
Adolescence
Indentity us Confusion
6
Young adulthood
Intimacy us Isolation
7
Adulthood
Generativity us Stagnation
8
Senescence
Egointegrity us despair

·      Witherington
Mengobservasi penonjolan aspek perkembangan psikofisik yang selaras dengan jenjang praktik pendidikan, dia membagi tahap yang lamanya masing-masing tiga tahun perkembangan individu sampai menjelang dewasa
No
Stage
Indikator
1
0-3 th
Perkembangan fisik ynag pesat
2
3-6 th
Perkembangan mental yang pesat
3
6-9 th
Perkembangan sosial yang pesat
4
9-12 th
Perkembangan sikap yang individualis
5
12-15 th
Awal penyesuaian social
6
15-18 th
Awal pilihan kecenderungan pola hidup yang akan diikuti smpai dewasa
Anak adalah individu unik yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik segi fisik,emosi,pola pikir maupun perlakuan terhadap anak membutuhkan spesialisasi perlakuan khusus dan emosi yang stabil.
Allah SWT telah menitipkan anak dalam jiwa manusia,rasa cinta yang dalam kepada anak dan tak tertandingi dengan cinta lain.Sebab anak merupakan jantung hati, cahaya kalbu di dalam rumah tangga. Ini bisa dilihat dari perhatian besar yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka, disertai dengan rasa kasih sayang yang abadi.
Al-Our’an telah menerangkan sejumlah faktor yang menerangkan orang tua mencintai anak.Seperti fiman Allah berikut:
“Dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan kami jadikan kelompok yang lebih besar”.
            Pada anak terdapat tanggung jawab yang besar karena anak merupakan masa depan suatu bangsa dan agama yang disandarkan. Anak merupakan bapak masa depan, penerus cita-cita dan pewaris keturunan.
            Banyak cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak. Diantaranya menggunakan komunikasi yang baik bahkan ada yang menggunakan kekerasan sebagai bentuk mendidik anak yang diharapkan anak menjadi baik dan disiplin. Baik melalui kekerasan fisik atau psikis.
            Sering juga terjadi kekerasan terhadap anak yang tidak kita sadari.Sebagai contoh seorang guru melakukan kekerasan fisik terhadap seorang siswa. Tentu kita berpikir hal tersebut termasuk wajar dalam sekolah. tetapi hal itu telah merampas hak seorang anak. Karena seorang anak harus mendapatkan kasih sayang tanpa ada unsur kekerasan.

2.3 Perlindungan anak
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal tersebut adalah sebagai perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri, sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak menjadi berakibat negatif. Perlindungan anak harus dilaksanakan secara rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien terhadap perkembangan pribadi anak yang bersangkutan. Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak terkendali. Sehingga anak menjadi tidak memiliki kemampuan dan kemauan dalam menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut didukung dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang tujuan perlindungan anak yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah diatur bahwa yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Jadi yang mengusahakan perlindungan bagi anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Perlindungan anak menyangkut berbagai aspek kehidupan agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar sesuai dengan hak asasinya. Dalam masyarakat, ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut dengan Hukum Perlindungan Anak. Hukum Perlindungan Anak merupakan sebuah aturan yang menjamin mengenai hak-hak dan kewajiban anak yang berupa : hukum adat, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun peraturan lain yang berhubungan dengan permasalahan anak. Dalam bukunya yang berjudul Hukum dan Hak-Hak Anak, mantan hakim agung, Bismar Siregar mengatakan bahwa masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia, di mana masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis saja tetapi juga perlu pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya. Perlindungan khusus terhadap anak yang berada dalam situasi darurat, misalnya anak yang sedang berhadapan dengan hukum serta anak dari kelompok minoritas dan terisolasi diatur secara terperinci dalam Bab VIII Bagian Kelima Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 59 adalah meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, yang merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
a.       non diskriminasi
b.      kepentingan yang terbaik bagi anak
c.       hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan
d.      penghargaan terhadap pendapat anak.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Sebetulnya usaha perlindungan terhadap anak telah cukup lama dibicarakan baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Sejak tahun lima puluhan perhatian ke arah terwujudnya peradilan anak telah timbul dimana-mana. Perhatian mengenai masalah perlindungan anak ini tidak akan pernah berhenti, karena disamping merupakan masalah universal juga karena dunia ini akan selalu diisi oleh anak-anak. Sepanjang dunia tidak sepi dari anak-anak, selama itu pula masalah anak akan selalu dibicarakan. Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of Human Right tahun 1958. bertolak dari itu, kemudian pada tanggal 20 Nopember 1958 Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of The Rights of The Child (Deklarasi Hak-hak anak). Sementara itu masalah anak terus dibicarakan dalam konggres-konggres PBB mengenai The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders. Pada konggres ke I di Jenewa tahun 1955 dibicarakan topic Prevention of Juvenile Delinquency. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak. Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November. Konvenan ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. C. Instrumen Hukum Instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak diatur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak ( Convention on The Rights of The Child ) tahun 1989 (Convention on The Right of The Child, UNICEF, 1990 ), telah di ratifikasi oleh lebih 191 negara. Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi dengan Kepres Nomor 36 tahun 1990. Dengan demikian Konvensi PBB tentang Hak Anak tersebut telah menjadi hukum Indonesia dan mengikat seluruh warga Negara Indonesia. Lahirnya Konvensi Hak Anak Gagasan mengenai hak anak pertama kali muncul pasca berakhirnya Perang Dunia I. Sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak, para aktivis perempuan melakukan protes dengan menggelar pawai. Dalam pawai tersebut, mereka membawa poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang di antara aktivis tersebut, Eglantyne Jebb, kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 diadopsi oleh Save the Children Fund International Union. Untuk pertama kalinya, pada tahun 1924, Deklarasi Hak Anak diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Selanjutnya, deklarasi ini juga dikenal dengan sebutan Deklarasi Jenewa Konvensi Hak-hak anak merupakan instrument hukum yang berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai anak. Konvensi hak anak merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukan masing-masing hak-hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya. Secara garis besar Konvensi Hak Anak dapat dikategorikan sebagai berikut, pertama penegasan hak-hak anak, kedua perlindungan anak oleh negara, ketiga peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap hak-hak anak. Ketentuan hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak dapat dikelompokan menjadi: 1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights) Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Konsekwensinya menurut Konvensi Hak Anak negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Disamping itu negara berkewajiban untuk menjamin hak atas tarap kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer. (Pasal 24). Implementasinya dari Pasal 24, negara berkewajiban untuk melaksanakan program-program :
1.      melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak
2.      menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan
3.      memberantas penyakit dan kekurangan gizi
4.      menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu
5.      memperoleh informasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi
6.      mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluhan keluarga berencana.
7.      mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan.
Terkait dengan itu, hak anak akan kelangsungan hidup dapat berupa:
1.      hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan semenjak dilahirkan (Pasal 7)
2.      hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan kembali aspek dasar jati diri anak (nama, kewarganegaraan dan ikatan keluarga) (Pasal 8)
3.      hak anak untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang bertangung jawab atas pengasuhan (Pasal 19)
4.      hak untuk memperoleh perlindungan khusus bagi bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak (Pasal 20)
5.      adopsi anak hanya dibolehkan dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21)
6.      hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal 23)
7.      hak anak menikmati standar kehidupan yang memadai dan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).
Hak terhadap perlindungan (protection rights). Hak perlindungan yaitu perlindungan anak dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi. Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk:
1.      perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus
2.      hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara.

Perlindungan dari ekploitasi, meliputi :
1.      perlindungan dari gangguan kehidupan pribadi.
2.      perlindungan dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan perkembangan anak.
3.      perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba, perlindungan dari upaya penganiayaan seksual, prostitusi, dan pornografi.
4.      perlindungan upaya penjualan, penyelundupan dan penculikan anak.
5.      perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.
Hak untuk Tumbuh Berkembang (development rights) Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Konvensi Hak Anak menyebutkan :
1.      negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-Cuma.
2.      mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah dijangkau oleh setiap anak.
3.      membuat imformasi dan bimbingan pendidikan dan ketrampIlan bagi anak.
4.      mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

2.4 Contoh kasus kekerasan terhadap anak
Mengenai kekerasan terhadap anak disini kami membahas tentang kekerasan yang sangat amat tragis.Yaitu seorang anak yang bernama Bastien (AFP) anak asal Paris.Untuk lebih jelasnya mari kita pahami kronologisnya.Seorang ayah di Prancis tega menghabisi nyawa anak kandungnya yang masih berumur 3 tahun. Sang ayah dengan kejam memasukkan sang balita ke dalam mesin cuci dan kemudian menyalakannya.
Atas perbuatannya tersebut, sang ayah yang bernama Christophe Champenois (33) dikenai tuduhan pembunuhan terhadap anak kecil oleh pengadilan setempat di Meaux, Paris. Demikian seperti diberitakan kantor berita AFP dan dilansir Sydney Morning Herald, Selasa (29/11/2011).

Insiden tragis tersebut terjadi di apartemen mereka, Germiny L'Eveque, Paris, pada Jumat (25/11) lalu. Sang ayah, Champenois memasukkan anaknya yang bernama Bastien dalam keadaan telanjang ke dalam mesin cuci. Hal ini dilakukan untuk menghukum Bastien yang terlibat masalah di tempat penitipan anak.
Salah seorang saksi mata bernama Alice yang merupakan tetangga apartemen mereka mengaku, dirinya sempat melihat kondisi jasad Bastien saat ibu sang anak mendatangi apartemennya untuk meminta bantuan. Alice menyebut kondisi Bastien saat itu sangat tragis.
"Saya sempat menggendong anak kecil itu di lengan saya, dia kaku, dalam keadaan benar-benar telanjang. Semua tubuhnya putih, lemas, sungguh-sungguh seperti sebuah mainan," terang Alice.
Menurut Alice, sang ibu datang dengan panik sambil menggendong Bastien untuk meminta pertolongan. Bantuan pernapasan kepada Bastien sempat dilakukan, tapi sayangnya nyawa Bastien tak terselamatkan.
Atas tindakannya ini, Champenois telah ditahan Kepolisian Prancis atas tuduhan pembunuhan. Sedangkan sang ibunda juga ikut ditahan atas tuduhan lalai mencegah terjadinya tindak kriminal dan lalai hingga menyebabkan seseorang dalam bahaya. Kedua orangtua Bastien ditahan tanpa jaminan.
Sementara itu, Champenois membantah semua tuduhan yang dikenakan padanya. Dia berdalih, anaknya tewas karena terjatuh di tangga. Namun, berdasar keterangan saksi dan hasil visum terhadap jasad Bastien, ditemukan fakta bahwa anak tersebut memang dimasukkan ke dalam mesin cuci. Selain itu, terungkap juga bahwa Bastien pernah mengalami penganiayaan secara berulang-ulang, salah satunya dikunci selama berjam-jam di dalam lemari.
Ditambah seorang pejabat setempat mengatakan bahwa keluarga Champenois mendapat bantuan pekerja sosial sejak 2006 karena tekanan sosial dan psikologis. Pada akhir bulan ini, tingkah laku Bastien dinilai agak aneh, di mana balita 3 tahun tersebut selalu tampak cemas.

                       


























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus modal sumberdaya manusia bagi pembangunan nasional. Melihat arti pentingnya anak bagi kelangsungan bangsa dan negara, pemerintah tetap memandang perlu adanya acuan yuridis formal yang mengatur tentang pelaksanaan perlindungan anak. Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang perlindungan anak yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bahwa yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Seiring dengan perkembangan jaman, perlindungan terhadap anak semakin dituntut pelaksanaannya. Perkembangan teknologi dan budaya yang terjadi dewasa ini telah memunculkan beberapa efek positif dan negatif dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi orang dewasa, baik orang tua, keluarga, masyarakat maupun bangsa untuk memberikan jaminan, memelihara dan mengamankan kepentingan anak serta melindungi dari gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri. Asuhan anak, terutama menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua di lingkungan keluarga, akan tetapi demi kepentingan kelangsungan tata sosial maupun untuk kepentingan anak itu sendiri, perlu adanya campur tangan dari pemerintah. 

3.2 Saran
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut.



Daftar Pustaka


Chaplin JP.1999.Kamus Lengkap Psikologis Penerjemah Dr Kartini Karotono.Edisi 1.Cetakan 5.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Disqus Shortname

Blogroll

About