BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu penyakit yang mengganggu perjalanan
tumbuh kembang anak adalah demam tifoid yang sudah ketahui sejak ribuan tahun
dan sampai sekarang masih sering menyerang anak pada usia balita dan anak
sekolah. Angka kejadian atau incidence rate maupun cara penularan serta dampak
pada anak yang menderita demam tifoid di negara berkembang sangat berbeda dan
bervariasi dibandingkan dengan yang terjadi di negara yang maju atau negara
industri.
Di negara yang sudah maju angka kejadiannya sudah
sangat berkurang, seperti halnya di Amerika Seriat yang hanya menunjukkan angka
kejadian 0,2 per 100.000 sedangkan di negara berkembang seperti halnya di
Indonesia masih bisa mencapai 500/100.000 penduduk dengan angka kematian
tinggi.
Data yang akurat sulit didapatkan secara nasional.
Data di rumah sakit hanyalah sedikit sekali dan data di masyarakat pada
umumnya.
Dengan data yang akurat tentang suatu penyakit juga
dapat di pakai untuk menyusun rencana program kesehatan disuatu daerah. Sebagai
perawat atau tenaga kesehatan kita harus mengetahui, mempelajari dan memahami tentang
typoid pada anak. Maka dari itu fokus makalah ini tentang asuhan keperawatan
anak dengan typhoid.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Typhoid?
2.
Bagaimana konsep dasar Thyphoid?
3.
Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan typoid?
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
1.
Tujuan umum
Setelah
membaca makalah ini diharapkan kita semua mampu mempahami mengenai “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Typhoid”.
2.
Tujuan khusus
Setelah
membaca makalah ini mengenai “Asuhan Keperawatan Anak dengan Typhoid”, mampu:
a. Mampu
mempahami Typhoid
b. Mampu
mempahami konsep dasar Typoid
c. Mampu
mempahami asuhan keperawatan anak
dengan typhoid
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Konsep dasar
2.1 Definisi
Demam tifoid
atau typoid fever ialah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam typoid merupakan
jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam
paratifoid yang disebabkan oleh s.
Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S.
Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula
S. Paratyphi C). Demam typoid
memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam entrik yang lain. Typoid
abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran
2.2 Etiologi
Etiologi dari
demam typoid adalah salmonella typhi, termasuk dalam genus salmonella yang
tergolong dalam famili enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,
berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram negatif, tahan
terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari atau minggu pada suhu kamar,
bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonella mati
pada suhu 54,4o c dalam satu jam atau 60o C dalam 15
menit. Salmonella memiliki antigen O (somatik) adaah komponen dinding sel dari
lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan anti gen H (flagelum) adalah
protein yang labil terhadap panas. Pada S.
Typhi juga pada S. Dublin dan S. Hirshfeldii terhadap antigen Vi yaitu
polisakarida kapsul.
Penyebabnya
adalah salmonella enterica yang dapat
hidup dilingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan
pasteurisasi. Salmonella typhi adalah
kuman penyebab penyakit tifoid. Salmonella paratyphi adalah penyebab penyakit
demam paratifoid. Sedangkan yang dinamakan salmonella schotmulleri dahulu
disebutkan sebagai penyebab demam paratifoid B dan salmonella hirschfeldi
dahulu disebutkan sebagai penyebab demam paratifoid C.
Salmonella
typhosa basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getra dan tidak berspora
masa inkubasi 10-20 hari. Manusia adalah sebagai sumber penularan utama. Cara
penulran pada umumnya adalah melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Selain
fekal- oral, infeksi juga bisa terjadi secra transplasenta atau terjadi pada
saat persalinan yaitu secara fekal oral dari ibu sebagi penular.
2.3 Patofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringna
limfoid dan berkembnag biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk
keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteal,
hati, limpa dan organ lainnya.
Poses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir
saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa
jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung kemih.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks
player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi
nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke
empat terjadi penyembuhan ulkus dapat menyebabkan perdaarahan, bahkan sampai
proforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa
membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan
gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus.
Untuk dapat menimbulkan infeksi diperlukan inokulum
sebanyak 105-109 kuman s. Typhi. Keasaman lamnung
merupakan faktor penentu dari suseptibilitas terhadap salmonela. Kuman melekat
pada jonjot ileum lalu menembus epitel usus dan nampaknya melewati plak peyer.
Kuman diangkut ke kelenjar getah bening usus dan di situ memperbanyak di dalam
sel monokleus, kemudian sel monosit mengandung kuman melalui saluran kelenjar
limfe mesentrik, dan selanjutnya duktus limfatik kuman mencapai aliran darah
dan terjadilah bakterimia pertama yang berlangsung singkat. Kuman mengikuti
peredaran darah dan mencapai jaringan retikuloendotelial di berbagai organ
yaitu hati,kandung empedu, limpa, sumsum tulang, ginjal, paru, susunan saraf
dan lain-lain. Di dinding kandung empedu kuman berkembang dalam jumlah yang
sangat banyak, kemudian bersama empedu disalurkan ke usus.
Invasi plak
peyer terjadi karena adanya gen yang mirip dengan gen shigella dan e. Coli,
tetapi jumlah dari gendari gen S. Typhi lebih banyak dari gen sigela. Anti gen
Vi pada permukaan kapsul dari s. Typhi berpengaruh pada proses fagositosis
dengan cara mencegah pengikat C3 paada permukaan bakteri. Kemampuan hidup dari
bakteri dalam makrofag adalah disebabkan karena sifat ganas (virulence trait)
yang disebut phoP regulon. Endotoksin yang beredar adalah komponen
lipopolisakarida dari dinding bakteri diperkirakan sebagai penyebab panas dan
gejala toksik dari demam enterik. Endotoksin yang diproduksi karena pengaruh
sitokin oleh makrofag adalah juga sebagai penyebab timbulnya gejala sistemik.
Sebagai penyebab diare yang terjadi adalah toksin yang ada hubungannya dengan
toksin kolera dan toksin yang labil terhadap panas dari E.coli.
Imunitas yang bersifat seluler (cell mediated
immunity) adalah penting sebagai perlindungan terhadap demam tifoid. Penularan
memperhatikan adanya gangguan aktifitas seluler terhadap antigen s. Typhi. Pada
penular , s. Typhi dalam jumlah yang besar melewati usus dan diekresikan dalam
tinja tanpa masuk ke epitel usus.
Salmonella
Typhosa
|
Saluran
pencernaan
|
Diserap oleh
usus halus
|
Bakteri
memasuki aliran darah sistematik
|
Kelenjar
limfoid usus halus
|
Tukak
|
Perdarahan
dan perforasi
|
Hati
|
Hepatomeagali
|
Nyeri
perabaan
|
Limpa
|
Splenomegali
|
Endotoksin
|
Demam
|
2.4 Tanda
dan Gejala
Masa inkubasi
biasanya 7-14 hari tetapi bisa pula 3-30 hari tergantung pada besarnya inokulum
s.typhi manifestasi klinis tergantung
pada umur yang dibedakan yaitu pada usia sekolah sampai adolesen, bayi
sampai umur 5 tahun dan pada neonatus.
a. Anak usia sekolah dan adolesen
Awalnya penyakit adalah samar. Mula-mula
gejalanya ialah demam, lesu, sakit kepala dan sakit perut berlangsung 2-3 hari. Mula-mula bisa terjadi diare dengan
tinja seperti sup kacang, tetapi belakangan konstipasi lebih menonjol. Mual dan
muntah bila timbul pada minggu ke 2 atau ke 3 merupakan tanda adanya
komplikasi. Mungkin dijumpai gejala mimisan dan batuk, dan latergi berat. Suhu
badan naik secara remiten dan makin meningkat dalam 1 minggu, kemudian menetap
pada suhu 40o C. Dalam minggu ke 2 suhu bertahan tinggi dan gejala
yang ada nampak makin berat. Anak nampak sakit akut dengan disorienatsi,
latargi, delirium dan stupor. Tanda fisis yang biasa ditemukan adalah
bradikardia relatif, hapatosplenomegali, dan distensi abdomen disertai rasa
nyeri yang difus. Pada 50% kasus dijumpai bercak-bercak kemerahan rose spots
yaitu ruam berupa makula atua makulopapel berwarna kemerahan yang hilang bila
dikekan sebanyak 10-15 buah sebesar 1-5
mm menggrombol di dada bagian bawah dan atau perut bagian atas. Ruma tersebut
timbul pada hari ke 7-10 dan hanya berlangsung selama 2-3 hari lalu warnanya
berubah menjadi kecoklatan sebelum hilang sama sekali. Biakan dari lesi bisa
ditemukan salmonela pada 60% kasus. Myngkin terdapat ronhi basah dan ronhi
kering pada auskultasi paru. Bila tidak ada komplikasi maka gejala-gejala akan
reda dalam 2-4 minggu, kecuali lesu dan latergi dpaat bertahan sampai 1-2
bulan.
b.
Bayi
dan anak umur < 5 tahun
Pada usia ini biasanya penyakit
berlangsung ringan dengan demam ringan dan lesu,sehingga diagnosis sulit
ditetapkan. Pada pemeriksaan biakan ditemukan adanya S. Typhi. Gejala diare
lebih sering ditemukan sehingga diagnosisnya mengarah ke gastroenteritis.pada
sebagian anak gejalanya bisa mengarah ke infeksi saluran nafas bawah.
c.
Bayi
baru lahir
Infeksi pada ibu hamil dapat
mengakibatkan abortus atau lahir prematur. Gejala timbul pada hari ke 3, bisa
sampai 40.5o c,dan bisa disertai kejang. Gejala lainnya adalah
hepatomegali, ikterus,anoreksia,dan berat badan sangat menurun.
d.
Relapsus
dapat terjadi pada 4-8% kasus demam
tifod yang tidak diberi pengobatan.pada kasus yang mendapat pengobatan relapus
dapat timbul pada hari ke 12 setelah penghentian antibiotik. Gejala dari
relapus biasanya lebih ringan dan berlangsung lebih pendek. Relapus dapat
terjadi beberapa kali.
e.
Penular
kronik
Adalah keadaan di mana terjadi ekskresi
S. Typhi selama3 bulan atau lebih setelah mengalami infeksi dan biasanya akan
berlanjut sampai 1 tahun, hal ini bisa terjadi pada 1-5% kasus.
f.
Gejala
umum
-
Nyeri
kepala, lemah, lesu
-
Demam
yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam
hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat,
dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun kembali normal.
-
Gangguan
pada saluran cerna ; halitosis, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi
selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak napsu makan,
hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.
-
Gagguan
kesadaran ; penurunan kesadaran (apatis, smnolen)
-
Bintik-bintik
kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kapiler kulit
-
Epistaksis
2.5 Pemeriksaan
Diagnostik
a. Pemeriksaan
darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia
b. Pemeriksaan sumsum tulang :
menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum
tulang
c. Biakan empedu: terdapat basil salmonella
typhosa pada urine dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh
d. Pemeriksaan widal : didapatkan titer
terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H
walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena
titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita
telah lama sembuh
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari
demam tifoid dapat digolongkan dalam intra dan ekstraintestinal. 1) Komplikasi
intestinal, di antaranya ialah:
a.
Perdarahan
dapat terjadi pada 1-100% kasus terjadi setelah minggu ke 1 dengan ditandai
antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan naiknya denyut nadi
b.
Perforasi
usus terjadi pada 0,5-3% kasus setelah minggu pertama didahului oleh perdarahan
berukuran sampai beberapa cm, dibagian distal ileum, ditandia oleh nyeri
abdomen yang kuat, muntah dan gejala peritonitisKomplikasi
2) komplikasi
ekstraintestinal :
a. sepsis dengan
ditemukan ditemukan adanya kuman usus yang besifat aerobik dan anaerobik
b. hepatotis dan
kholesistitis ditandai dengan gangguan uji fungsi hati pada pemeriksaan amilase
serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi pankreatitis
c. pneumonia
atau bronkitis sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10% umumnya disebabkan
karena adanya superinfeksi selain oleh salmonela
d. miokarditis
toksik ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial dan perubahan segmen ST
dan gelombang T pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan nefrosis.
e. trombosis dan
flebitis jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala residusial
yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat, trombosis serebrum, ataksia
serebrum akut, chorea, tunawicara, tuna rungu, mielitis tranversal dan psikosis
komplikasi lain
adalah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom nefrotik, meningitis, parotitis,
orkitis, limfadenitis, osteomielitis dan artritis.
II.
Konsep asuhan keperawatan
2.7 Pengkajian
a.
Identitas
klien
Meliputi
nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, usia, anak ke dari berapa saudara,
alamat, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b.
Identitas
keluarga atau penanggung jawab
Meliputi
nama ayah atau ibu, usia ayah atau ibu, pendiddikan ayah atau ibu, pekerjaan
ayah atau ibu, agama ayah atau ibu, suku bangsa ayah atau ibu
c.
Keluhan
utama
Biasanya klian datang
dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing demam, nyeri tekan pada
ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang
(terutama selama masa inkubasi). Badan panas sudah satu minggu atau lebih,
panas makin hari makin tinggi, terutama pada sore atau malam hari, bisa
disertai mengigau adan kejang. Anak bisa juga mengeluh sakit perut disertai
diare, muntah dan pada anak < dari 5 tahun biasanya terdapat konstipasi.
Mengeluh sakit kepala, tidak mau makan, dan badan lemas. Hingga mengeluh BAB
hitam atau ada darah.
d.
Riwayat
kesehatan
1.
Riwayat
kesehatan saat ini
Kaji
mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium,
mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau
lesu.
Meliputi
lokasi, kualitas, kuantitas atau keparahan, waktu (awitan, durasi dan
frekuensi), situasi ketika masalah terjadi, faktor yang memperburuk atau
mengurangi gejala typoid.
2.
Riwayat
kesehatan masa lalu
Kaji
tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya
dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang obat-obatan yang biasa
dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai riwayat alergi pada klien, apakah
alergi terhadap obat-obatan atau makanan. apakah punya riwayat hepatitis, asma,
HIV AIDS dll, waktu hospitalisasi, pembedahan, alergi. Riwayat reproduksi
meluputi :
-
Prenatal
: usia ibu saat hamil, usia gestasi, GPA, frekuensi ANC, keluhan saat hamil,
jamu atau obat yang digunakan, kebiasaan saat hami
-
Intra
natal : jenis persalinan, indikasi tindakan partus, tempat persalinan, penolong
pesalianan, penyulit persalinan ada atau tidak
-
Post
natal : APGAR score, PB dan BB, LK dan LD, mekonium dalam 24 jam, lama
pemberian ASI ekslusif, usia PMT, masalah bayi
3.
Riwayat
keluarga
Keluarga
memiliki sakit yang sama, penyakit yang diturunkan, jenis penyakit, genogram.
4.
Konservasi
energi (nutrisi)
Makan:
jenis makanan, frekuensi makan, porsi makan, makanan yang disukai atau tidak
disukai, alergi makanan
Minum
: jenis minuman, jumlah asupan minum, minum yang tidak disukai atau disukai
BB/TB,
LILA,
Kulit
: warna dan tekstur
Mulut
dan faring : mukosa bibir, warna, karies gigi, pergerakan lidah, tes
pengecapan, refleks menelan atau menghisap, refleks gag
Rambut
: warna, distribusi, tekstur, kebersihan kulit kepala
5.
Eliminasi
BAK:
frekuensi, warna, jumlah, keluhan saat BAK, penggunaan alat bantu
BAB
: frekuensi, warna, konsistensi, keluhan saat BAB, penggunaan obat-obatan
Genetalia
6.
Istirahat
dan tidur
7.
Aktifitas
bermain, olah raga dan rekreasi
8.
Kebersihan
diri
9.
Konfensi
integritas struktural
-
Pertahanan
tubuh : imunisasi
-
Struktur
fisik : penampilan umum, tingkat kesadara, postur tubuh, pengukuran antrometri,
tanda-tanda vital
10. Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan
Umum
Bagaimana
keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b.
Tanda
vital :
Bagaimana
suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c.
Kepala
Bagaimana
kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau
lesi pada kepala
d.
Wajah
Bagaimana
bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e.
Mata
Bagaimana
bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f.
Hidung
Bentuk
hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang
keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
g.
Mulut
Bentuk
mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada
kesulitan dalam berbicara.
h.
Leher
Apakah
terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
i.
Thoraks
Bagaimana
bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
j.
Abdomen
Bagaimana
bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah
terjadi peningkatan bising usus/tidak.
k.
Genitalia
Bagaimana
bentuk alat kelamin,. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.
Pada wanita lihat keadaan labia minora.
l.
Integumen
Kaji
warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah
ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m.
Ekstremitas
atas
Adakah
terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
11. Konservasi integritas personal
12. Konservasi integritas sosial
13. Pemeriksaan diagnostik
14. Terapi yang diperoleh
2.8 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi
2. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan
dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh
3. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan
dengan penurunan kesadaran
5. Hilangnya perawatan diri berhubungan
dengan istirahat total
2.9 Rencana
keperawatan
No
|
Dx. Kep
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan ….x 24 jam klien dapat menunjukkan hipertermi dengan
kriteria hasil :
Termoregulation :
-
Suhu
tubuh demam rentang normal
-
Nadi
dan RR dalamrentang normal
-
Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
|
Fever
treatmen :
-
Monitor
suhu sesering mungkin
-
Monitor
IWL
-
Monitor
warna kulit dan suhu tubuh
-
Monitor
tekanan darah, nadi dan RR
-
Selimuti
pasien
-
Lakuakn
tepid sponge
-
Kolaborsi
pemberian obat
|
2
|
Risiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan risiko kurangnya volume cairan dengan
kriteria :
-
mempertahankan
urine output sesuaidengan usia dan bb, bj urine normal, HT normal
-
tekanan
darah, nadi suhu tubuh, dalam batas normal
-
tidka
ada tanda-tanda dehidrasi
-
elastisitas
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
|
Fluid management:
-
timbang
popok atau pembalut jika diperlukan
-
pertahankan
cairan intake dan output yang akurat
-
monitor
status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik)
-
monitor
vital sign
-
monitor
masukan makanan atau cairan hitung intake cairan
-
kolaborasikan
pemberian caira IV
|
3
|
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
mual dan kembung
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam klien menunjukkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil :
Nutrition status :
nutrient intake
-
mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
-
tidak
ada tanda malnutrisi
-
menunjukkan
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
-
tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
Nutrition monitoring
-
monitor
interaksi anak atau orangtua selama makan
-
monitor
kulit dan perubahan pigmentasi
-
monitor
mual dan muntah
-
monitor
pertumbuhan dan perkembangan
-
monitor
pucat, kmerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
-
monitor
kalori dan intake nitrisi
|
2.10
Implementasi
No.
|
Diagnosa
keperawatan
|
Implementasi
|
1
|
Hipertermi
|
Mempertahankan
suhu dalam batas normal
-
Kaji
pengetahuan klien dan keluraga tentang hipertermi
-
Observasi
susu, nadi, tekanan drah, pernafasan
-
Beri
minum yang cukup
-
Berikan
kompres biasa
-
Lakukan
tepid sponge (seka)
-
Berikan
kompres air biasa
-
Pakaikan
baju yang tipis dan menyerap keringat
-
Pemberian
antipireksia
-
Pemberian
cairan parentral (IV) yang adekuat
|
2
|
Risiko
kurangnya volume cairan
|
mencegah
kurangnya volume cairan :
-
mengobservasi
tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap empat jam
-
monitor
tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun ubun
sekung, produksi urine menurun, membran mukosa elastis, bibir pecah-pecah
-
mengobservasi
dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
-
memonitor
pemberian caira melalui intravena tiap jam
-
mengurangi
kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss/IWL) dengan
memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
-
memberikan
antibiotik sesuai program
|
3
|
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
meningkatkan
kebutuhan nutrisi dan cairan :
-
memenuhi
nutrisi anak
-
izinkan
anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak. Rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera anak meningkat
-
beriakn
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi
-
menganjurkan
kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi
sering
-
menimbang
berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
-
mempertahankan
kebersihan mulut anak
-
menjelaskan
pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
-
kolaborasi
untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui
oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
|
2.11
Evaluasi
Berdasarkan
implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk anak dengan typhoid
adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan
nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti
tentang penyakitnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a.
Demam typhoid adalah penyakit endemik di daerah yang
sanitasinya buruk .
b.
Demam
tifoid atau typoid fever ialah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh
salmonella typhi. Demam typoid merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis.
Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh s.
Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii
(semula S. Paratyphi C). Demam typoid memperlihatkan gejala lebih berat
dibandingkan demam entrik yang lain. Typoid abdominalis adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari
satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran
c.
Komplikasi yang timbul dapat membahayakan anak, yaitu
perdarahan dan perforasi dengan gejala suhu badan yang meningkat dan nyeri
perut yang khusus
d.
Pemeriksaannya dengan tes widal
3.2 Saran
Saran yang paling tepat untuk
asuhan keperawatan anak dengan typhoid adalah kita sebagai tenaga medis harus
membaca dan memahami materi tersebut, agar menambah ilmu pengetahuan yang kita
miliki khususnya dalam bidang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif,
Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA, NIC dan NOC. Jogjakarta: Mediaction
Publishing
Ranuh,
Gde. 2013. Beberapa Catatan Kesehatan
Anak. Jakarta: Sagung Setio
Rudolph,
Abraham. 2014. Buju Ajar Pediatri.
Jakarta: EGC
Suriadi.
2006. Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya
Widagdo.
2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit
Infeksi pada Anak. Jakarta: Sagung Setio